Treasure Diver: 5 Harta Karun Bawah Laut yang Bikin Kaya Mendadak
Treasure Diver
Treasure Diver – Dulu, waktu masih bau kencur, cita-citaku aneh banget: jadi treasure diver. Bukan astronot, bukan dokter, tapi penyelam harta karun. Mungkin gara-gara keseringan nonton kartun Johnny Quest, atau mungkin karena kepikiran bajak laut yang ngubur hartanya di pulau terpencil. Intinya, aku terobsesi. Bayangan koin emas berkilauan di dasar laut, peti harta karun yang karam berabad-abad lalu, bener-bener bikin gak bisa tidur. Ya namanya juga anak-anak.
Tapi obsesi itu gak hilang begitu aja. Bahkan setelah dewasa, keinginan buat nyelam dan nyari harta karun itu masih ada, meski udah dalam bentuk yang lebih realistis. Gak mungkin kan ujug-ujug langsung nyelam ke laut tanpa persiapan apa-apa? Akhirnya, aku mulai riset. Baca buku, artikel, nonton dokumenter tentang treasure diver beneran. Ternyata, dunia bawah laut itu gak seindah kartun. Lebih banyak lumpur, karang tajam, dan visibility yang kadang cuma beberapa meter.
Terus, yang bikin nyadar lagi adalah peralatan. Buat jadi treasure diver beneran, gak cukup cuma modal nekat dan tabung oksigen. Ada sonar buat nyari metal, underwater metal detector yang tahan tekanan air, kamera bawah laut buat dokumentasi, dan banyak lagi. Belum lagi lisensi dan sertifikasi yang harus diurus. Biayanya? Lumayan bikin dompet menjerit. Tapi ya namanya juga hobi, kan?
Akhirnya, setelah nabung beberapa lama, aku ikut kursus diving. Awalnya struggle banget. Gak gampang ternyata ngontrol buoyancy di bawah air. Pernah juga panik gara-gara masker kemasukan air. Tapi pelan-pelan, aku mulai terbiasa. Bahkan, aku mulai suka sama sensasi melayang di bawah laut, ngeliat ikan-ikan warna-warni, dan terumbu karang yang indah. Dulu mikirnya cuma pengen nyari harta karun, sekarang jadi lebih peduli sama konservasi laut juga.
Nah, setelah dapet sertifikasi diving, barulah aku mulai serius nyari harta karun. Lokasi pertama yang aku coba adalah perairan Bangka Belitung. Katanya, banyak kapal dagang VOC yang karam di sana. Aku sewa kapal kecil sama beberapa orang penyelam lokal yang udah berpengalaman. Mereka ini nih yang bener-bener ngasih aku insight berharga. Misalnya, gimana cara baca arus bawah laut, gimana cara bedain sinyal metal detector yang beneran harta karun sama yang cuma besi rongsokan, dan gimana cara negosiasi sama penduduk lokal kalau nemu artefak berharga.
Di hari pertama, hasilnya zonk. Cuma nemu botol-botol kaca pecah sama potongan kayu kapal yang udah lapuk. Sempat down juga, sih. Mikir, apa beneran ada harta karun di sini? Apa aku cuma buang-buang waktu dan uang? Tapi kapten kapal nyemangatin. Katanya, “Sabar aja, Mas. Laut itu kayak perempuan. Kadang ramah, kadang galak. Yang penting jangan nyerah.”
Besoknya, kami pindah lokasi. Kali ini, aku nyoba nyelam di dekat sebuah pulau kecil yang gak berpenghuni. Airnya lebih jernih, tapi arusnya juga lebih kuat. Pas lagi asik nyari sinyal metal detector, tiba-tiba aku ngerasa ada yang narik-narik kaki. Panik dong! Ternyata, kakiku kesangkut di jaring ikan yang udah lama ditinggalin. Untungnya, aku bawa pisau kecil buat motong jaringnya. Hampir aja kejadian gak enak.
Setelah kejadian itu, aku jadi lebih hati-hati. Aku perhatiin betul-betul setiap gerakan, setiap benda yang ada di sekitar. Eh, gak lama kemudian, metal detector-ku bunyi kenceng banget. Jantungku langsung deg-degan. Aku gali pasir di sekitarnya, dan… voila! Aku nemu sebuah koin perak! Gak terlalu besar, sih, tapi ada gambar kapal VOC di permukaannya. Lumayan buat nambah koleksi.
Momen itu bener-bener bikin semangatku membara lagi. Aku terus nyelam, nyari sinyal metal detector, dan gali pasir. Akhirnya, di hari terakhir, aku nemu sesuatu yang lebih gede: sebuah kendi keramik kuno! Kondisinya lumayan bagus, meski ada beberapa bagian yang retak. Kata penyelam lokal, kendi kayak gitu bisa laku jutaan rupiah kalau dijual ke kolektor. Wah, lumayan banget!
Tapi, dari pengalaman itu, aku belajar satu hal penting: nyari harta karun itu bukan cuma soal kekayaan. Lebih dari itu, ini soal petualangan, soal eksplorasi, dan soal belajar tentang sejarah. Aku jadi lebih menghargai laut, lebih peduli sama lingkungan, dan lebih sabar dalam menghadapi tantangan. Dan yang paling penting, aku jadi sadar kalau harta karun yang paling berharga itu sebenarnya adalah pengalaman dan pengetahuan yang kita dapatkan.
Jadi, buat kamu yang pengen jadi treasure diver, ini beberapa tips dari pengalamanku: Pertama, jangan cuma modal nekat. Pelajari dulu teknik diving yang bener, dan ambil sertifikasi yang sesuai. Kedua, investasikan uang di peralatan yang berkualitas. Jangan cuma beli yang murah, tapi gampang rusak. Underwater metal detector yang bagus itu investasi penting. Ketiga, cari mentor atau penyelam lokal yang berpengalaman. Mereka bisa ngasih kamu banyak insight berharga yang gak bisa kamu dapetin dari buku atau internet. Keempat, sabar dan pantang menyerah. Nyari harta karun itu gak gampang. Kadang, kamu harus nyelam berhari-hari tanpa nemu apa-apa. Tapi jangan putus asa. Teruslah belajar dan berusaha, dan siapa tahu, suatu saat kamu bakal nemu harta karun yang bikin kaya mendadak. Eh, tapi jangan lupa, kekayaan yang sebenarnya ada di dalam diri kita sendiri, dong.
Oh iya, waktu itu aku sempet salah kira suara paus jadi sinyal harta karun, malu banget deh pas naik ke permukaan dan cerita ke yang lain! Terakhir, inget ya, jangan cuma fokus sama harta karunnya aja. Jaga kebersihan laut, jangan merusak terumbu karang, dan jangan buang sampah sembarangan. Laut itu rumah kita semua, dan kita harus menjaganya. Jadi, siap jadi treasure diver yang bertanggung jawab?